Tanpa berfikir panjang, ia mengesahkan apa yang terjadi pada dirinya. Ia pun menceritakan segala sesuatu yang terjadi pada diri temannya, seekor binatang berbadan besar itu. Namun, kerana ia tidak dapat melihat bukti tentang itu, mereka pun tidak mempercayai apa yang diceritakannya. Bahkan mereka saling berbisik, seraya menyangka bahawa ia gila atau, paling tidak, disusupi jin. Dugaan mereka semakin kuat ketika menyaksikan betapa buruknya kedua matanya. Kerana itu, mereka sepakat akan menurunkan anak muda itu di daratan yang jauh dari negeri Yaman yang makmur itu. Mereka menghendaki agar anak muda itu menjauh dari mereka kerana takut menular sifat-sifat buruknya. Sejak ia menaiki perahu, ombak pun mulai mengamuk dan mempermainkan perahu mereka ke sana kemari dengan goncangan luar biasa yang tidak pernah mereka alami sebelumnya dalam hidup mereka. Laut seakan murka kepada mereka dan mempermainkannya sebagai seksaan keatas mereka yang membawa anak muda itu. Salah seorang di antara mereka berpendapat bahawa keberadaan anak muda sendirian di pulau itu menunjukkan bahawa ia adalah orang yang beruntung. Hal itu terbukti dengan keselamatannya dari bencana yang menimpa perahu yang di naikinya beserta orang-orang lainnya. Ia hidup di pulau itu selama bertahun-tahun setelah kedua matanya rusak dan fikirannya kacau. Namun, perkataannya itu malah ditertawakan. Kemudian mereka mengisyaratkan kepadanya untuk pergi menemui seorang doctor bangsa Arab yang terkenal di Yaman di suatu daerah yang terkenal dengan nama Ma’rab.
Meskipun meragukan kejujurannya, mereka tidak keberatan mengeluarkan barang miliknya berupa sepotong logam. Namun. Anak muda itu tidak memahaminya. Ia hanya berjalan-jalan dan menanyakannya kepada orang-orang Yaman.
Sejak itu, mulailah ia menyaksikan adanya kehidupan aneh dan melihat banyak manusia seperti dirinya di sekitarnya hilir mudek ke sana kemari. Mulailah ia belajar tentang pelbagai hal baru setiap hari. Ia kini mulai dapat memahami makna kehidupan dan makhluk-makhluk hidup lainnya dengan sangat cepat sekan-akan ia memiliki kecerdasan dan kemampuan seratus kali dari laki-laki lainnya. Bahkan ia mengetahui bahawa pada dirinya ada kekuatan, kekekaran dan keajaiban dalam kecepatan berfikir serta kemampuan yang besar sehingga tidak aneh jika setiap orang merasa kagum ketika menyaksikannya.
Suatu ketika pernah menjadi nelayan seorang filsuf Yaman. Ketika filsuf itu ditanya tentang siapa anak muda itu, ia menjawab bahawa anak muda itu-dan sesungguhnya bernama as-Samiri. Hal itu didasarkan pada negeri asalnya, Samirah, sebuah kota di Palestin. Menurut filsuf itu, yang telah memeriksa kecerdasan, kekuatan dan keanehan perilakunya serta kecepatan berfikirnya, jika anak muda ini Ibnu Samirah dapat hidup lama, maka ia akan menjadi raja yang adil atau mungkin juga menjadi seorang raja yang zalim. Setelah mendengar perkataan filsuf itu ia teringat kepada temannya, binatang unik yang pernah megisyaratkan hal serupa kepadanya. Namun, fikirannya berjalan mengikuti niat hatinya.
Anak muda itu, Ibnu Samirah, mulai berfikir untuk kembali ke negeri ayah dan moyangnya, yakni Palestin.tetapi sebelum ia kembali mengunjungi negerinya, ia merasakan kerinduan mendalam untuk kembali lebih dahulu ke pulau tempat hidupnya dengan mengenderai perahu besar yang dibelinya dengan harta kekayaan yang dikumpulkannya sejak beberapa tahun ketika ia mengunjungi pelbagai negeri. Ia pergi menuju pulau itu dengan mengunakan perahu besar yang disediakan oleh sekelompok pelayan. Lalu ia meminta mereka untuk berhenti. Kemudian, ia menumpang perahu kecil dan mengemudikannya sedirian sampai tiba di pantai pulau yang tujuannya. Apabila tiba di pantai, ia mendapatkan binatang yang setia menungguinya. Binatang itu memandanginya dengan kedua mata yang memancarkan sinar tajam penuh makna. Tiba-tiba binatang itu belari kencang meninggalkannya tanpa sepatah kata pun. Yang teringat pertama kali oleh anak muda itu adalah bejana yang pernah disentuh oleh rasul, utusan Allah, yakni malaikat Jibril. Lalu ia mengambil bejana itu berikut sebuah batu kecil berwarna-warni. Batu kecil itu dipotongnya dari batu besar, yang pernah ditulisi oleh Jibril, dan berisi wasiat-wasiat sebagi petunjuk dan pelita.
Lalu ia kembali ke perahunya untuk melanjutkan perjalanannya ke negeri ayah dan moyangnya di Palestin. Sesampainya di sana, ia tinggalkan perahunya di sebuah lembah. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya dengan mengenderai kenderaan darat hingga tiba di Samirah meskipun usianya hampir mencapai seratus tahun, ia tidak merasa sudah tua, tidak merasa lemah dan tidak merasa pikun. Seakan-akan masa berhenti pada masa mudanya.
Mulailah ia berusaha mengumpul benang-benang di antara apa yang pernah ia dengar dari binatang aneh yang sering mengunjunginya. Namun, tidak seorang pun menjawab selain bahawa di negeri itu telah menjadi gerhana selama lebih dari seratus tahun. Hanya, mengenai kisah anak kecil yang diculik oleh seorang malaikat itu nampaknya sangat aneh dalam pendengaran mereka.
Setelah itu, seseorang yang bermur panjang di negeri itu mengkhabarkan bahawa ia adalah penduduk al-Jalil. Iapun mendengar dari orang-orang yang berumur panjang lainnya di negeri Arbad, Palestin, bahawa seorang anak di negeri itu di ambil oleh dewa-dewa kepangkuannya. Dewa-dewa itu adalah patung-patung lembu betina.
Namun, hakim mengambil anak itu dari ayahnya, kerana ia merupakan seorang anak yang diberkati para dewa, padahal ia sendiri tidak menghendaki adanya tuhan kecuali dirinya sendiri. Tetapi anak itu mati di istana hakim ketika terjadi gerhana.
Ia beranya kepada hakim: “Apa yang kamu sembah di Samirah?”
Mereka menjawab: “Lembu betina adalah tuhan para dewa. Tidakkah engkau lihat bahawa lembu telah memenuhi rumah kami dengan kebaikkan-kebaikkan berupa susu dan daging. Bahkan, tikus-tikus yang merosak pertanian kami tidak mahu masuk ke rumah yang di dalamnya ada lembu.”
Dari situ, ia memahami bahawa apa yang dikemukakan binatang sahabatnya memang benar dari pelbagai segi. Akan tetapi, ia tidak mahu menyembah apa yang tidak boleh melihat dan mendengar. Maka, ia berketetapan menyembah dirinya sendiri saja kerana dirinya lebih pantas untuk dicintai, dihormati dan disembah daripada tuhan-tuhan yang ada disekitarnya. Merasa lebih cerdas daripada mereka dalam setiap tindakkan, kendatipun ia tidak hidup diatas bumi ini seperti mereka.
Tanpa ragu lagi, ia merasa dirinya sebagai “tuhan” atau “anak tuhan” yang jelas ialah bahawa pada dirinya terdapat ruh istimewa, yakni ruh para dewa, bukan ruh manusia biasa. Buktinya, hanya ia sendiri saja yang diajak bicara oleh binatang itu dan iapun berbicara dengannya. Ia juga menyedari bahawa semua makhluk merasa takut kepadanya. Mereka melihat pada dirinya ada kekuatan luar biasa. Binatang itu memberitahu kepadanya bahawa yang membimbingnya adalah Jibril, malaikat paling agung. Bahkan, filsuf Yaman pun menyatakan bahawa jika ia hidup. Maka ia akan menjadi raja.
No comments:
Post a Comment