Wednesday, January 26, 2011

Pertemuan Kedua Dengan Seorang Agung (Nabi) Dalam Kehidupan Dajjal

Setelah diusir oleh Nabi Musa a.s., Samiri mulai mengembara sendirian melalui jalan-jalan di Sina menjauhi Nabi Musa a.s dan kaumnya. Lalu, suatu ketika, ia duduk-duduk dipuncak suatu gunung tinggi memandangi orang-orang yang berpergian dengan menaiki perahu di lautan. Ia berharap dapat menumpang perahu pergi ke negeri mana saja yang dapat dikunjunginya.

Untuk pertama kalinya ia pergi ke suatu negeri yang dikenal dengan nama Bilad al-Ghal (negeri makmur). Lalu ia tinggal di situ sebentar kemudian ia pergi menuju kabilah-kabilah al-Bulghar.

Setelah ia tinggal cukup lama beserta penduduk al-Awral. Ia juga pernah mencuba hidup di lingkungan kabilah al-Ghuz. Dari situ ia melanjutkan pengembaraannya ke Chorcha. Ketika merasakan kerinduan untuk kembali ke kampung halamannya, ia kembali melalui laut untuk menuju pulau hijau di Laut Yaman.

Yang aneh dari Samiri adalah bahawa ia betul-betul telah mencapai usia sangat lanjut, tetapi tidak nampak adanya kerepot pada wajahnya. Ia bergerak dan melompat bagaikan seorang lelaki yang baru berusia tiga puluh tahun. Pada hal ia lahir seratus tahun sebelum kelahiran Nabi Musa a.s. Ia telah mendapat banyak pengalaman dari perjalannya ke pelbagai bangsa di pelbagai negeri yang di kunjunginya. Lantaran banyaknya negeri dan bangsa yang dikunjunginya tidak seorang pun dapat membayangkan bagaimana caranya ia melakukan itu semua.

Bahkan, ia juga menguasai pelbagai bahasa dari Hierogliph hingga bahasa-bahasa yang dipergunakan bangsa-bangsa yang berada antara dua sungai (Eufrat dan Tigris).

Ia hidup di sebuah pulau sebagai seorang raja. Pada mulanya, ia mencuba mencari seekor binatang raksasa. Tetapi ia tidak mendapatkannya. Seakan-akan ia bersembunyi atau telah menjadi abu. Ia menyangka bahawa temannya itu telah mati. (Binatang yang banyak bulunya itu belum mati).

Ia menduga demikian kerana betapa panjang umurnya. Lalu ia mencuba pergi melihat-lihat tujuh batu besar tempat pelbagai tulisan yang mengajarinya mengenal Allah s.w.t. Tiba-tiba ia mendapatkan binatang raksasa aneh itu, tetapi keadaanya sudah berubah. Kemampuannya berbicara telah hilang. Binatang itu hanya dapat mengucapkan:

“La ilaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah). Hanya milik-Nya kerajaan dan segala pujaan. Dia menghidupkan dan mematikan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Pada mulanya Samiri kebingungan. Tetapi hatinya kembali pada apa yang telah diusahakan dan dilakukan. Ia tidak mengubah niatnya, bahkan tidak menyesali kesalahannya. Ia tetap saja mengikuti kehendak nafsunya.

Namun, ia tidak dapat hidup sendiri di pulau itu tanpa binatang tersebut. Maka ia kembali ke Samirah tanah moyangnya. Ia mendapatkan dunia tidak seperti pernah dilihatnya. Di situ ia menemukan sekelompok manusia yang di sebut as-Samiriyyah, campuran antara Yahudi dan Assyria. Kelompok manusia tersebut terbentuk setelah kembalinya sebahgian kelompok Yahudi menyusul kejatuhan negeri Babilon yang besar itu. Lalu mereka membangun kuil khusus untuk mereka. Di dalam kuil itu mereka biasa membaca syiar-syiar kuil Bait Al- Muqaddas. Ia menemukan bahawa nama Samirah (lihat catitan 1) telah menjadi Jirzim sebagai bukti, iaitu gunung terkenal di Samirah (lihat catitan 2).

(CATITAN 1: diatas puing-puing kota Samirah kuno ini berdiri kota Naples. Samirah adalah ibu kota kerajaan Israel warisan Nabi Sulaiman. Orang-orang Samirah mengikuti keyakinan khusus yang bertentangan dengan puak dan mazhab Yahudi lainnya. Orang yang memilih Samirah sebagi ibu kota kerajaan Israel ialah Raja ‘Umri yang pernah berkuasa di Israel pada tahun 885-874 S.M. Samirah terletak di lembah Sa’ir. Lembah ini mempunyai tempat yang strategic untuk menguasai jalan sebelah utara dan selatan dalam menghadapi musuh yang datang dari kerajaan Yahudi. Hal itu disebabkan mudah menjalin hubungan dengan Finikia berdasarkan perjanjian persekutuan. Jarak Samirah dari al-Quds adalah sekitar empat puluh dua mil ke arah utara.)

(CATITAN 2: Kuil yang dibangun oleh orang-orang Samirah itu telah berdiri sejak dua ratus tahun, yang merupakan kemuliaan atas Bait al-Muqaddas, khususnya bagi puak-puak fanatic. Kuil itu berada di Jirzim (Samirah). Salah seorang dukun Bait al-Muqaddas menghancurkannya. Bahkan, ia mengerahkan pasukan khusus untuk membersihkan bekas-bekasnya. Akan tetapi, orang-orang Samirah membangunya lagi. Kuil itu tetap berdiri hingga pemberontakan terkenal yang dilakukan orang-orang Samirah dari kelompok Bani Israel pada abad ke-5 M. Kemudian komandan perang Romawi, Vespasion, meghancurkan kota itu. Kemudian, di atas puing-puing keruntuhannya didirikan kota baru. Yang aneh ialah bahawa sampai sekarang peninggalan-peninggalan berupa adat istiadat orang-orang Samirah masih terjaga, tetapi dikenali tanpa kuilnya yang dihancurkan di Jirzim.)

Bersambong…..

No comments:

Post a Comment