Dalam kitab tafsir karya Ibnu Kathir disebutkan ada sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang pada dasarnya menyatakan bahawa:
“Harun berkeinginan menyelamatkan Bani Israel dari kekejian perhiasan-perhiasan yang mereka curi itu dengan mengumpulkannya pada suatu lubang. Jika Nabi Musa telah kembali, tentu ia akan melihat dan mengeluarkan pendapatnya sesuai dengan kehendaknya.”
(CATITAN: Disebut dalam kitab Tafsir karya Ibnu Jarir bahawa Nabi Harun berkata pada mereka:
”Wahai Bani Israel, sesungguhnya ghanimah (harta rampasan perang) tidak halal bagi kaum kamu semua, dan sesungguhnya perhiasan orang Qibti juga tidak hahal bagi kamu semua. Maka kumpulkanlah semua perhiasan itu, lalu sediakanlah lubang baginya. Pendamkanlah perhiasan itu di dalamnya. Dan jika Nabi Musa datang dan menghalalkannya, ambillah.”)
Kemudian datanglah Samiri. Ia melemparkan tinta yang digenggamnya kedalam perhiasan itu.ia meminta kepada Harun untuk berdo’a kepada Allah agar mengabulkan permintaannya. Kemudian, Nabi Harun berdo’a tanpa mengetahui apa yang sebenarnya diminta Samiri kepada Allah, dan ternyata do’a itu dikabulkan. Ketika itu Samiri berkata:
“Aku meminta kepada Allah agar perhiasan itu menjadi anak lembu. Lalu ia menjadi anak lembu yang bersuara.”
Patung emas itu berubah menjadi seekor anak lembu yang boleh bersuara dan berjalan. Ia bukan sekadar patung yang mempunyai dua lubang di belakang dan di depan jika ada hembusan angin menerpanya, berubah menjadi kuning.
Sesungguhnya Khuwar (suara) anak lembu itu tidak disebut safir (suara pluit/wisel). Demikian pula sebaliknya, safir tidak disebut khuwar. Keistimewaan Al-Qur’an adalah kotonasi makna kata-katanya terbatas dan tertentu. Bahkan, di sinipun tidak berlaku bentuk tasybih, yang menyerupaikan khuwar dengan suara lembu yang sebenarnya (safir)
Al-Qur’an hanya menyebutkan, “ Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: “Inilah Tuahnmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa.” (Erti Surah Toha: ayat 88)
“Harun berkeinginan menyelamatkan Bani Israel dari kekejian perhiasan-perhiasan yang mereka curi itu dengan mengumpulkannya pada suatu lubang. Jika Nabi Musa telah kembali, tentu ia akan melihat dan mengeluarkan pendapatnya sesuai dengan kehendaknya.”
(CATITAN: Disebut dalam kitab Tafsir karya Ibnu Jarir bahawa Nabi Harun berkata pada mereka:
”Wahai Bani Israel, sesungguhnya ghanimah (harta rampasan perang) tidak halal bagi kaum kamu semua, dan sesungguhnya perhiasan orang Qibti juga tidak hahal bagi kamu semua. Maka kumpulkanlah semua perhiasan itu, lalu sediakanlah lubang baginya. Pendamkanlah perhiasan itu di dalamnya. Dan jika Nabi Musa datang dan menghalalkannya, ambillah.”)
Kemudian datanglah Samiri. Ia melemparkan tinta yang digenggamnya kedalam perhiasan itu.ia meminta kepada Harun untuk berdo’a kepada Allah agar mengabulkan permintaannya. Kemudian, Nabi Harun berdo’a tanpa mengetahui apa yang sebenarnya diminta Samiri kepada Allah, dan ternyata do’a itu dikabulkan. Ketika itu Samiri berkata:
“Aku meminta kepada Allah agar perhiasan itu menjadi anak lembu. Lalu ia menjadi anak lembu yang bersuara.”
Patung emas itu berubah menjadi seekor anak lembu yang boleh bersuara dan berjalan. Ia bukan sekadar patung yang mempunyai dua lubang di belakang dan di depan jika ada hembusan angin menerpanya, berubah menjadi kuning.
Sesungguhnya Khuwar (suara) anak lembu itu tidak disebut safir (suara pluit/wisel). Demikian pula sebaliknya, safir tidak disebut khuwar. Keistimewaan Al-Qur’an adalah kotonasi makna kata-katanya terbatas dan tertentu. Bahkan, di sinipun tidak berlaku bentuk tasybih, yang menyerupaikan khuwar dengan suara lembu yang sebenarnya (safir)
Al-Qur’an hanya menyebutkan, “ Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: “Inilah Tuahnmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa.” (Erti Surah Toha: ayat 88)
Yang aneh ialah bahawa Bani Israel ternyata mahu dipermainkan syaitan dan khususnya, Samiri yang menyuruh mereka untuk menyembah anak lembu, padahal mereka sendiri tahu benar siapa yang membuat, memahat dan merancangnya. Mereka juga menyaksikan patung itu dilemparkan keapi yang menyala, dipukul dengan palu, kemudian didinginkan dengan air laut, bahkan dibolak-balik oleh pembuatnya. Yang juga aneh ialah bahawa mereka tidak hanya mengakuinya sebagai Tuhan, malah memandangnya sebagai Tuhan Nabi Musa. Dengan berani sekali mereka menyeret Nabi Musa untuk menyekutukan Tuhannya, Allah s.w.t. mereka sampai hati berbuat demikian. Mereka benar-benar bodoh lantaran menyembah binatang paling dungu dan tolol, yang tidak dapat menolong dirinya sendiri. Pantas jika penyembah berhala diakui sebagai perilaku paling bodoh, dungu dan tolol, Bahkan tanpa ragu-ragu, mereka menyatakan bahawa benda yang mereka buat bersama-sama itu adalah Allah, yang pernah mengajak Nabi Musa berdialog. Lebih jahat lagi, mereka menuduh Nabi Musa sebagai orang yang sesat dan salah. Mereka mengatakan, seperti disebut dalam Al-Qur’an, lalu Nabi Musa lupa.
Menurut Ibnu Abbas, yang dimaksudkan dengan nabi Musa “lupa” ialah bahawa beliau tersesat dan tersalah jalan. Dalam satu riwayat lain dari Ibnu Abbas disebut juga bahawa Nabi Musa lupa menyebut kepada Bani Israel bahawa Allah adalah Tuhan mereka semua juga dan Tuhan Nabi Musa. Itulah pendapat yang masyur seputar “lupa”-nya Nabi Musa. Jelaslah bahawa tuduhan “lupa”-nya Nabi Musa berasal dari Samiri dan orang-orang yang mengikuti dalam menyembah patung anak lembu.
Bani Israel yang bersikap tidak baik kepada Nabi Musa adalah para pengikut Samiri terkutuk itu, yang telah membeli mereka dengan harta kekayaan, perhiasan emas dan barang-barang lainnya sesudah ia mendakwa dirinya sebagai seorang rasul yang sebenarnya. Bahkan, ia mengaku sebagai anak Tuhan. Meskipun Nabi Harun memperingatkan mereka hanya untuk menyembah Allah, mereka tetap saja menyembah patung anak lembu itu dan bernyanyi untuknya. Anak –anak lembu itu kembali kekaadaan semula, diam dan tidak bersuara. Ia hanya sekadar patung dari emas tanpa suara dan tanpa gerakan kerana pengaruh Jibril telah bersayap. Namun, fitnah tetap ada. Bani Israel terus saja menyembah berhala yang tidak mampu melakukan apa-apa, tidak sanggup mendatangkan bahaya dan tidak pula dapat memberi kebaikkan.
Disaat Nabi Musa marah, ia menarik kepala dan janggut saudaranya, Nabi Harun, ia mencelanya:
“Hai Harun, apa yang menghalangmu ketika kamu lihat mereka telah sesat (sehingga kamu tidak mengikutiku.” (Erti Ayat Toha: 92-93)
Ertinya, apa yang menghalangmu dari memberitahuku ehwal kesesatan mereka sejak awal?
Lalu disebutkan:
“Apakah kamu sengaja menderhakai perentahku?”
Maksudnya, seperti apa yang pernah aku kemukakan kepadamu, yakni berupa perkataanya:
“Gantikanlah aku dalam memimpin kaumku dan perbaikilah dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakkan.” (Erti Ayat Al-A’raf: 42)
Untuk lebih santun, harun memanggil saudaranya dengan kata-kata halus: “ Wahai putera ibuku.” Padahal mereka hanya saudara seayah saja. Sebab, penyebutan ibu nampaknya lebih halus. Ia berkata: “Wahai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan pula kepalaku.” (Erti Ayat Toha: 94)
Inilah permohonan maaf Nabi Harun kepada saudaranya, Nabi Musa, kerana terlambat menemuinya untuk memberitahu bahaya besar yang telah terjadi. Nabi Harun berkata:
“Sesungguhnya aku takut kamu akan berkata kepadaku, kami telah memecah antara Bani Israel dan kamu tidak memelihara amanatku.” (Erti Ayat Toha: 94)
Mengapa kamu membiarkan mereka sendirian dan tidak menjaga yang aku perentahkan kepadamu untuk menggantikanku dalam mengurus dan mengawasi mereka. ( CATITAN: kitab Ighathah al-‘Adl, Iskandariyah, hlm.300-301)
No comments:
Post a Comment