Monday, April 11, 2011

Samb: ke 2 Hakikat Kelima

Dajjal termasuk orang pertama yang mengambil firman Allah s.w.t. katakanlah: Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi (Yunus: 101). Ia termasuk orang pertama yang iri kepada Nabi Sulaiman, yang kepadanya Allah menundukkan kerajaan yang tidak layak bagi sesiapapun sesudahnya.

Dajjal berharap menguasai ilmu yang dimiliki seseorang berupa ilmu dari al-Kitab yang mampu memindahkan singgahsana ratu Balqis dari Yaman ke Palestin. Sebagaimana diisyaratkan firman Allah: berkata Sulaiman:

“Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgahsananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”

Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: ‘Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgahsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercayai. Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab: “Aku akan membawa singgahsana itu kepadamu sebelum matamu berkerdip.” Maka tatkala Sulaiman melihat singgahsana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencuba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur untuk (kebaikan) diri sendiri. Dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia (Erti surah An-Naml: 38-40).

Dajjal selalu berusaha dan terus-menerus berusaha memiliki ilmu seperti yang dimiliki oleh seorang alim yang diberi Al-Kitab itu. Mulanya ia nampak lulus. Tetapi, ia tidak akan sampai ke kemuncakn dan apa yang dipercayainya secara gemilang pada permulaan pencairannya hanyalah satu proses saja dari ilmunya yang memiliki sang alim yang diberi Al-Kitab itu.

Tetapi keberhasilannya yang satu peratus itupun, dalam pandangan mata manusia sekarang, sudah dianggap keajaiban, mukjizat, atau sesuatu yang sangat luar biasa. Yang demikian itu hampir sahaja membuat saya menggambarkan suatu teori yan kontradiktif atau berbaza dengan pendapat para ulama bahawa kebudayaan berjalan dan berkembang dalam suatu tingkatan tangga yang teratur. Setiap kebudayaan bersambung dengan kebudayaan lain.

Menurut pandangan saya, tidak demikian halnya. Sebetulnya, suatu kebudayaan tidak bersambung dengan kebudayaan lain seperti tingkatan tangga. Kebudayaan-kebudayaan itu merupakan putaran-putaran (halaqat). Setiap putaran terpisah dari putaran yang lain. Kadang-kadang putaran yang satu telah mencapai kesempurnaannya. Dan terkadang gerakan suatu putaran lainnya menyerupai gerakan busur, yakni dari bawah ke atas dan turun lagi ke bawah. Wallahu’alam.

Kembali ke buku saya. ‘Ihdzaru al-masikh ad-Dajjal’. Sesungguhnya Dajjal mengetahui secara tepat bahawa kecepatan yang terjadi ketika memindahkan singgahsana ratu Baqis, yang disanggupi oleh seorang alim yang diberi ilmu dari Al-Kitab itu, bahkan melebihi keluarbiasaan yang umum. Pemikiran tentang pemindahan secepat itu didasarkan pada hakikat ilmiah, suatu realiti hasil pengembangan ilmu pengetahuan. Hal itu berdasarkan firman Allah:

Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab,…” (Erti surah An-Naml: 40).

Yang tergambar dalam benak Dajjal ialah bahawa orang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab itu mengunakan kecepatan kilat atau kecepatan cahaya.

Menurut keyakinan saya orang yang diberi ilmu dari Al-Kitab itu berasal dari bangsa manusia dan bukan bangsa jin. Jika tidak demikian, maka Iblis yang dikutuk Allah itu pasti akan diberitahu atau mengajari Dajjal dengan ilmu serupa itu. Ya, mungkin saja Iblis memberitahukan sesuatu yang mirip dengan itu seperti dalam ilmu fizik, hakikat alam, hukum sebab-akibat, dan lain-lainnya. Namun, apa yang diberikan itu hanyalah satu persen dari ilmu seorang yang diberi Al-Kitab.

Bersambong…

No comments:

Post a Comment