Sunday, February 27, 2011

Samb: ke 3 Benteng Selinder dan Masalah Mesir

Yang perlu diperhatikan di sini ialah bahawa kata itu disebutkan di dalam Al-Qur’an sebanyak lapan belas kali. Kata itu disebutkan hanya khusus untuk Mesir. Yang disebutkan dengan makna Sungai Nil sebanyak tiga kali dan disebutkan untuk laut tempat tenggelamnya Fir’aun sebanyak lima kali. Seakan-akan Al-Qur’an hanya menunjukkan tempat-tempat yang diketahui sebagaimana penduduknya memanggil dengan namanya yang di ketahui pula. [Mishr fi al-Qur’an wa as-sunnah, Dr. Ahmad Abdul Hamid Yusuf hlm.87.]

Nama Musa berasal dari bahasa Mesir, bukan bahasa Ibrani. Pada saat itu tidak ada perempuan yang mengambil namanya untuk anaknya dengan nama dari kalangan kaum yang dibenci.

Maka lafaz “Musa” terbentuk dari asal kata kelahiran yang bererti anak, dan bukan dari kata ”musyah” yang bererti pembebas atau penyelamat. Seakan-akan orang-orang yang menamainya atau apa yang akan terjadi pada anak yang diasuhnya itu.

Oleh kerana itu, ketika seorang ahli sejarah Yahudi, Josephus, kebingungan untuk menyelaraskan antara maknanya dalam bahasa Ibrani dan maknanya dalam bahasa Mesir, lafaz itu dikembalikan pada asal dan etimologi Mesir dengan menghubungkannya dengan apa yang terdapat dalam Taurat dalam hal kaitan nama itu dengan pemungutannya dari sungai. Ia mengatakan, “Orang-orang Mesir menyebut air dengan kata ‘mu’. Mereka menyebut sesuatu yang diselamatkan dari air dengan kata ‘uwasis’, padahal kata itu mengandung makna yang terpuji. Namun, ia menggiring orang-orang Yahudi untuk melakukan pemalsuan.

Hingga perempuan antara Musa a.s dan hamba yang soleh pun terjadi di tempat tinggal yang disifati Allah sebagi ‘majma’al-bahrain’ (pertemuan dua lautan). Sebagai firman-Nya:

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua lautan atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun” (Erti surah Al-Kahf: 60).

Itu hanyalah tempat yang tidak jauh dari Mesir, di terusan Suez, yang merupakan pertemuan Laut Tengah dan Laut Merah. Barang kali ini adalah pertemua antara keduanya dengan danau-danau al-Manzilah, al-Baleh, al-Murrah, dan at-Timsah. Atau, pertemuan itu terjadi di salah satu muara Sungai Nil. Namun, yang dikhabarkan dalam sejarah nabi Musa a.s. adalah bahawa ia tidak pernah meninggalkan Mesir kecuali ketika pergi ke Madyan terlebih dahulu. Kemudian, ia meninggalkan Mesir bersama Bani Israel. Ia wafat di padang Sahara di Sina. Sina adalah bahagian dari Mesir.

Mesir juga adalah tempat tinggal Nabi ‘Isa dan ibunya, Maryam, ketika ia masih dalam buaiannya Allah s.w.t. berfirman:

“Dan telah Kami jadikan (Isa) putera Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir.” (Erti surah al-Mu’minun, :50)

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari ‘Abd ar- Rahman bin Zaid bin Aslan berkenaan dengan ayat tersebut bahawa daerah itu adalah Mesir. Ia berkata:

“Tanah tinggi itu adalah Mesir. Ketika air dialirkan, daerah itu menunjukkan bahawa ada tanah tinggi di atasnya, yakni perkampungan. Kalau tidak ada tanah tinggi, maka perkampungan itu tenggelam.”

Ibn al-Mudzir, di dalam tafsirnya, meriwayatkan dari Wahab bin Munabbah mengenai Firman Allah:

“… ke suatu tanah tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir.” Itulah Mesir.

Ibu ‘Asakir meriwayatkan dalam Tarikh Dimasyq melalui Jarir dari ad- Dhahhak dari Ibn ‘Abbas bahawa, ketika masih kkecil, Nabi Isa banyak melihat keajaiban-keajaib dan sebagai ilham dari Allah s.w.t. Berita itu tersebar di kalangan Yahudi. Nabi Isa mulai tumbuh dewasa. Bani Israel menyusahkannya. Ibunya sungguh khuatir akan dia. Lalu, Allah mewahyukan kepadanya untuk dibawanya ke Mesir. Firman-Nya:

“… dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar…” (Erti surah al-Mu’minun :50). Maksudnya adalah tanah Mesir. [ Husn a-Muhadharah fi Akhbar Misrwa al-Qohirah, karya Jalal ad_din as- Suyuti, Matba’ah asy-Syarqiyyah, hlm. 3.]


Bersambong….

No comments:

Post a Comment